Tiongkok, Disebut Yerusalem yang Baru?
Theresia Karo Karo Official Writer
Pada era Mao Ze Dong, Kekristenan di Tiongkok sempat mengalami penolakan hingga dimusuhi. Meskipun begitu, perkembangannya ternyata tidak berhenti, malah semakin meluas. Terutama saat pemimpinnya meninggal di tahun 1976. Terlihat sikap Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang melunak dengan melonggarkan rintangan bagi kebebasan beragama.
Sejumlah data menunjukkan peningkatan, seperti yang dilansir dari majalah The Economist dalam laporan berjudul “Cracks in the Atheist Edifice” menyatakan bahwa jumlah orang Kristen di Tiongkok berkembang dengan pesat. Pada tahun 1949 saat PKT berkuasa, jumlah pemeluk agama Kristen hanya sebatas tiga juta jiwa, sedangkan Katolik sebanyak satu juta jiwa. Saat ini, data resmi Pemerintah mencatat sebanyak 23-40 juta jiwa yang menganut agama Kristen Protestan dan 9 juta penganut Katolik di Tiongkok.
Jumlah yang lebih besar dikeluarkan dari statistik independen Pew Research Center dari Amerika Serikat. Lembaga ini memperkirakan jumlah penganut Protestan mencapai 58 juta dan 9 juta Katolik pada tahun 2010. Jumlah yang semakin besar disebutkan oleh sejumlah pakar dalam dan luar negeri Tiongkok, di mana saat ini diperkirakan jumlah orang Kristen melampaui jumlah anggota PKT yang berjumlah 87 juta jiwa.
Bukan hanya penganutnya, tetapi ternyata gereja di Tiongkok juga mengalami pertumbuhan. Menurut Yang Fenggang dari Purdue University di Indiana, menyebutkan bahwa jumlah gereja di Tiongkok meningkat sebesar 10 persen setiap tahunnya sejak 1980. Pertumbuhan ini menjadi acuan bahwa jumlah penduduk Tiongkok di tahun 2030 akan mencapai 250 juta. Sehingga Tiongkok akan menjadi Negara penganut agama Kristen terbesar di dunia.
Fenomena terbaru ini bahkan dianggap melampaui perkembangan pesat Kekristenan di kekaisaran Roma pada abad keempat. Sehingga banyak orang yang memperkirakan bahwa Tiongkok akan menjadi ‘Yerusalem yang Baru’ di masa depan. Sama seperti julukan yang diberikan pada kawasan kota pesisir Wenzhou yang memiliki 57.000 bangunan gereja.
Perkembangan pesat ini disinyalir karena pertumbuhan Kekristenan yang dianggap memberikan banyak manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, saat ini banyak pengusaha-pengusaha Tiongkok yang memeluk agama Kristen dan sekaligus mengembangkan agama Kristen.
Melalui program pengajaran yang tidak langsung menguntungkan pemerintah, mereka juga turut mengembangkan Kekristenan. Misalnya pengajaran mengenai bagaimana mencari uang secara ‘alkitabiah’, bekerja jujur, membayar pajak kepada pemerintah dan membantu orang yang berkekurangan.
Usaha mereka ditanggapi positif oleh pemerintah, bahkan sejumlah pemerintah daerah juga balik memberikan bantuan kepada gereja, baik itu secara terang-terangan ataupun masih sembunyi-sembunyi. Sebagai contoh, Pemda di salah satu kota besar mendukung pembangunan gereja Chongyi yang berkapasitas 5.000 orang di Hangzhou. Bagi pemerintah Tiongkok, orang Kristen adalah warga baik dan komitmen mereka dalam membangun kesejahteraan masyarakat dianggap mampu mendukung keadaan ekonomi Negara.
Sumber : Economist/Satuharapan.com by tk
Halaman :
1